Bukan Sekadar Perhiasan: Jejak Sejarah Emas, Dari Mata Uang Firaun Hingga Cadangan Bank Sentral

Emas, dengan kilauannya yang tak lekang oleh waktu, telah memainkan peran fundamental dalam peradaban manusia selama ribuan tahun. Bukan hanya komoditas bernilai, Jejak Sejarah Emas adalah cerminan dari evolusi sistem ekonomi, politik, dan bahkan kepercayaan spiritual. Sejak pertama kali ditemukan, logam mulia ini telah menempuh perjalanan panjang, berawal dari benda-benda ritual di makam raja-raja Mesir Kuno hingga menjadi fondasi sistem moneter global yang dipegang teguh oleh bank sentral modern. Memahami perjalanan ini membantu kita menghargai mengapa emas tetap dianggap sebagai aset safe haven dan tolok ukur kekayaan yang universal.

Jejak Sejarah Emas dapat ditelusuri hingga ke peradaban kuno, sekitar 4000 SM di Mesopotamia, namun Mesir Kuno lah yang pertama kali menjadikannya simbol kekuasaan absolut. Firaun menggunakan emas dalam jumlah masif untuk perhiasan, artefak ritual, dan hiasan makam, seperti yang terbukti dari penemuan harta karun Tutankhamun pada November 1922 oleh arkeolog Howard Carter. Emas di Mesir dianggap sebagai “daging para dewa” karena sifatnya yang tidak berkarat dan abadi. Namun, penggunaan emas sebagai mata uang standar baru berkembang di wilayah Lydia (Turki modern) sekitar 600 SM, di mana koin emas pertama kali dicetak dan distandarisasi.

Peran emas sebagai mata uang mengalami puncaknya melalui penerapan Standar Emas (Gold Standard). Sistem ini, yang mulai digunakan secara luas pada abad ke-19 dan mencapai puncaknya menjelang Perang Dunia I, menetapkan bahwa nilai mata uang suatu negara dijamin oleh cadangan emas fisik yang dimilikinya. Misalnya, Bank Inggris menjamin bahwa setiap Pound Sterling dapat ditukar dengan sejumlah emas tertentu. Sistem ini memberikan stabilitas nilai tukar yang besar, tetapi membatasi kemampuan pemerintah untuk mencetak uang dan menstimulasi ekonomi di masa krisis. Krisis keuangan besar, terutama Depresi Besar (Great Depression) pada tahun 1930-an, memaksa banyak negara untuk meninggalkan standar emas karena cadangan mereka tidak mampu menopang kebutuhan ekonomi yang runtuh.

Titik balik penting dalam Jejak Sejarah Emas modern terjadi pada tahun 1944 dengan disepakatinya Sistem Bretton Woods di Amerika Serikat. Sistem ini menambatkan nilai Dolar AS ke emas pada harga tetap $35 per ounce, dan mata uang negara lain ditambatkan ke Dolar AS. Hal ini secara efektif menjadikan Dolar sebagai mata uang cadangan dunia, yang didukung secara tidak langsung oleh emas. Namun, sistem ini runtuh pada 15 Agustus 1971 ketika Presiden Richard Nixon secara sepihak mengakhiri konvertibilitas Dolar ke emas (Nixon Shock).

Meskipun emas tidak lagi menjadi mata uang yang beredar, Peran Sentralnya sebagai aset cadangan negara tidak pernah hilang. Saat ini, bank sentral di seluruh dunia, termasuk Bank Indonesia (BI), secara aktif memegang emas batangan sebagai bagian dari cadangan devisa mereka. Emas cadangan ini berfungsi sebagai penyangga (hedge) terhadap volatilitas mata uang fiat dan obligasi. Menurut data terakhir dari World Gold Council per kuartal III tahun 2025, kepemilikan emas oleh bank sentral global mencapai volume yang sangat tinggi, menegaskan status emas sebagai penjamin stabilitas keuangan global.