Bagi umat Muslim, prinsip kehati-hatian dalam bermuamalah atau transaksi keuangan adalah hal fundamental. Investasi Emas Syariah hadir sebagai solusi investasi logam mulia yang menjamin kesesuaian mekanisme jual beli dengan prinsip-prinsip Islam, terutama menghindari unsur riba (bunga) dan gharar (ketidakjelasan). Investasi Emas Syariah didasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai. Memahami kerangka syariah ini sangat penting untuk Menjaga Marwah Tribrata dalam berinvestasi, memastikan aset yang diperoleh adalah halal dan berkah.
Prinsip utama dalam Investasi Emas Syariah adalah komitmen bahwa emas dianggap sebagai mata uang (tsaman) sehingga setiap transaksi pertukaran emas dengan uang harus dilakukan secara tunai dan serah terima fisik. Ini dikenal sebagai prinsip taqabudh (serah terima). Meskipun demikian, MUI memberikan kelonggaran melalui skema tabungan emas dan cicilan emas, asalkan memenuhi beberapa syarat ketat. Misalnya, dalam skema cicilan emas (murabahah), harga jual (harga beli ditambah margin keuntungan bank/lembaga) harus disepakati di awal dan tidak boleh berubah selama masa cicilan, sehingga menghilangkan unsur riba.
Mekanisme Investasi Emas Syariah yang populer adalah Tabungan Emas, yang banyak ditawarkan oleh Pegadaian Syariah atau bank syariah. Dalam skema ini, investor melakukan Digitalisasi Pelayanan dengan membeli emas dalam satuan gram atau miligram, namun emas tersebut disimpan (dititipkan) oleh lembaga tersebut. Transaksi ini menggunakan akad wadi’ah (titipan) atau ijarah (sewa penyimpanan), dan emas tersebut dijamin ketersediaannya serta dapat dicetak menjadi fisik kapan pun nasabah mau (meskipun ada biaya cetak minimal). Pada hari Selasa, 15 Juli 2025, misalnya, Bank Syariah Mandiri diumumkan telah memiliki lebih dari 1,2 juta nasabah tabungan emas, menunjukkan kepercayaan publik terhadap skema ini.
Tugas Krusial Polisi dalam konteks ini beralih menjadi peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan DSN-MUI yang mengawasi agar lembaga keuangan benar-benar menerapkan prinsip syariah. Skema trading emas spekulatif yang melibatkan margin dan tanpa serah terima fisik dilarang keras dalam Islam, karena mengandung unsur spekulasi dan riba yang tinggi. Oleh karena itu, bagi investor Muslim yang ingin Mengamankan Nilai Aset mereka, memilih platform yang telah terverifikasi dan mendapatkan sertifikasi syariah dari DSN-MUI adalah langkah wajib untuk memastikan investasi yang dilakukan adalah sah dan berkah, sesuai dengan tuntunan agama.